BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 25 Februari 2010

Proses Manajemen Strategis

Tidak hanya perusahaan besar saja yang mempunyai manajemen strategis, tetapi perusahaan kecilpun sebaiknya dikelola dengan menggunakan manajemen strategis. Manajemen strategis merupakan sekumpulan keputusan dan tindakan yang dirancang untuk mencapai sasaran perusahaan. Dengan demikian manajemen strategis melibatkan pengambilan keputusan berjangka panjang dan rumit serta berorientasi masa depan dengan membutuhkan sumberdaya yang besar dan partisipasi manajemen puncak. Manajemen strategis merupakan proses tiga tingkatan yang melibatkan para perencana di tingkat perusahaan, unit bisnis dan fungsional serta para perencana pendukung lainnya.

Manajemen strategis prosesnya terdiri dari delapan langkah yaitu : mendefinisikan visi, misi bisnis dan tanggungjawab sosial, menganalisis lingkungan eksternal, menganalisis lingkungan inter­nal, memilih tujuan dan sasaran bisnis, mengembangkan strategis bisnis, merinci rencana program, mengimplementasikan rencana program, dan mengumpulkan umpan balik dan menguji pengendalian Semua langkah ini menjaga terhambatnya unit usaha terhadap lingkungan dan berjaga-jaga terhadap peluang dan masalah-masalah yang baru.

Visi dan Misi Bisnis

Perusahaan kecil serupa dengan perusahaan besar, sebaiknya mempunyai visi dan misi perusahaan. Visi adalah tujuan unik dari perusahaan yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan operasinya. Visi merupakan pernyataan atau rumusan umum yang luas dan bersifat tahan lama tentang keinginan atau tujuan perusahaan. Visi ini mengandung filosofi bisnis dari pengambil keputusan strategi perusahaan, menyiratkan citra yang dipancarkan perusahaan, mencerminkan konsep diri perusahaan dan mengidentifikasikan bidang produk (barang, jasa, gagasan) utama perusahaan serta kebutuhan utama pelanggan yang dipenuhi perusahaan. Secara ringkas, visi menguraikan produk, pasar, teknologi yang diterapkan perusahaan, dan ini dilakukan sedemikian sehingga mencerminkan nilai dan prioritas dari pengambil keputusan strategik perusahaan. Sedangkan misi merupakan operasionalilasi dari visi.

Analisis lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal akan menghasilkan peluang dan ancaman perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan terdiri dari tiga perangkat faktor, yaitu lingkungan jauh, lingkungan industri dan lingkungan operasional.

Lingkungan jauh terdiri dari dari faktor-faktor yang bersumber dari luar, dan biasanya tidak berkaitan dengan situasi operasi perusahaan tertentu, yaitu faktor ekonomi, sosial-budaya, teknologi, demografi, politik-hukum, dan ekologi.

Lingkungan industri terdiri dari persaingan diantara anggota industri, hambatan masuk, produk substitusi, daya tawar pembeli dan daya tawar pemasok.

Lingkungan operasional meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi situasi persaingan perusahaan, yaitu posisi bersaing, profil pelanggan, pemasok, kreditor, dan pasar tenaga kerja.

Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkuangan internal akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Analisis Internal Perusahaan dikenal juga dengan nama Analisis Profil Perusahaan. Analisis ini menggambarkan kekuatan perusahaan, baik kuantitas maupun kualitas pemasaran, sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, operasi, keungan, manajemen dan organisasi.

Kekuatan dan kelemahan Pemasaran dapat dilihat dari reputasi perusahaan, pangsa pasar, kualitas produk, kualitas pelayanan, efektifitas penetapan harga, efektifitas distribusi, efektifitas promosi, kekuatan penjualan, efektifitas inovasi dan cakupan geografis.

Kekuatan dan kelemahan sumberdaya manusia dapat ditunjukkan dari manajemen sumberdaya manusia, ketrampilan dan moral karyawan, kemampuan dan perhatian manajemen puncak, produktivitas karyawan, kualitas kehidupan karyawan, fleksibilitas karyawan, ketaatan hokum karyawan, efektivitas imbalan dalam memotivasi karyawan, dan pengalaman karyawan.

Keuangan terdiri dari ketersediaan modal, arus kas, stabilitas keuangan, hubungan dengan pemilik dan investor, kemampuan berhubungan dengan bank, besarnya modal yang ditanam, keuntungan yang diperoleh (nilai saham), efektivitas dan efisiensi system akuntansi untuk perencanaan biaya-anggaran dan keuntungan dan sumber tingkat perusahaan.

Operasi meliputi fasilitas perusahaan, skala ekonomi, kapasitas produksi, kemampuan berproduksi tepat waktu, keahlian dalam berproduksi, biaya bahan baku dan ketersediaan pemasok, lokasi, layout, optimalisasi fasilitas, persediaan, penelitian dan pengembangan, hak paten, merk dagang, proteksi hokum, pengendalian operasi dan efisiensi serta biaya-manfaat peralatan.

Kekuatan dan kelemahan organisasi dan manajemen dapat diperoleh dari struktur organisasi, citra dan prestasi perusahaan, catatan perusahaan dalam mencapai sasaran, komunikasi dalam organisasi, system pengendalian organisasi keseluruhan, budaya dan iklim organisasi, penggunaan system yang efektif dalam pengambilan keputusan, system perencanaan strategic, sinergi dalam organisasi, system informasi yang baik dan manajemen kualitas yang baik.

Sumber : www.google.com

Manajemen Strategi

Manajemen strategi terdiri atas dua suku kata yang dapat dipilah menjadi kata manajemen dan strategi.

Manajemen merupakan serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan (controlling) dan penganggaran (budgeting) (Nawawi, 2003:52).

Unsur – unsur yang ada dalam manajemen tersebut apabila dijabarkan dalam penjelasan adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan (Planning)

Suatu organisasi dapat terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja sama dengan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut: (1) Pemilihan dan penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, langkah, kebijaksanaan, program, proyek, metode dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. (2) Pemilihan sejumlah kegiatan untuk diterapkan sebagai keputusan tentang apa yang harus dilakukan, kapan dan bagaimana akan dilakukan serta siapa yang akan melaksanakannya. (3) Penetapan secara sistematis pengetahuan tepat guna untuk mengontrol dan mengarahkan kecenderungan perubahan menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan. (4) Kegiatan persiapan yang dilakukan melalui perumusan dan penetapan keputusan, yang berisi langkah – langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Merupakan sistem kerjasama sekelompok orang, yang dilakukan dengan pembidangan dan pembagian seluruh pekerjaan atau tugas dengan membentuk sejumlah satuan atau unit kerja, yang menghimpun pekerjaan sejenis dalam satu – satuan kerja. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan wewenang dan tanggungjawab masing – masing diikuti dengan mengatur hubungan kerja baik secara vertikal maupun horizontal.

3. Pelaksanaan (Actuating)


Pelaksanaan atau penggerakan dilakukan organisasi setelah sebuah organisasi memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian dengan memiliki struktur organisasi termasuk tersedianya personil sebagai pelaksana sesuai dengan kebutuhan unit atau satuan kerja yang dibentuk.

4. Penganggaran (Budgeting)

Merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting peranannya. Karena fungsi ini berkaitan tidak saja dengan penerimaan, pengeluaran, penyimpanan, penggunaan dan pertanggungjawaban namun lebih luas lagi berhubungan dengan kegiatan tatalaksana keuangan. Kegiatan fungsi anggaran dalam organisasi sektor publik menekankan pada pertanggungjawaban dan penggunaan sejumlah dana secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena dana yang dikelola tersebut merupakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada organisasi sektor publik.

5. Pengawasan (Control)

Pengawasan atau kontrol harus selalu dilaksanakan pada organisasi sektor publik. Fungsi ini dilakukan oleh manajer sektor publik terhadap pekerjaan yang dilakukan dalam satuan atau unit kerjanya. Kontrol diartikan sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat efektivitas kerja personil dan tingkat efisiensi penggunaan sarana kerja dalam memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.

Sedangkan kata yang kedua adalah strategi yang berasal dari bahasa Yunani strategos atau strategeus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jenderal, namun dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara (state officer) dengan fungsi yang luas (Salusu 2003 :85 ). Pendapat yang lain mendefinisikan strategi sebagai kerangka kerja (frame work), teknik dan rencana yang bersifat spesifik atau khusus (Rabin et.al, 2000 : xv). Hamel dan Prahalad dalam Umar (2002) menyebutkan kompetensi inti sebagai suatu hal yang penting. Mereka mendefinisikan strategi menjadi :

Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental ( senantiasa meningkat ) dan terus – menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dengan apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

Pengertian strategi kemudian berkembang dengan adanya pendapat John Von Neumann seorang ahli matematika dan Oskar Morgenstern seorang ahli ekonomi.

Mereka memasukkan istilah games dan adanya faktor yang sama dalam games yang sesungguhnya. Mereka pun mengakui bahwa teori games sesungguhnya adalah teori strategi (Mc Donald dalam Salusu 2003 : 87). Teori menyebutkan dua atribut utama yang harus senantiasa diingat yaitu ketrampilan dan kesempatan dimana keduanya merupakan kontribusi bagi setiap situasi stratejik. Situasi stratejik merupakan suatu interaksi antara dua orang atau lebih yang masing – masing mendasarkan tindakannya pada harapan tentang tindakan orang lain yang tidak dapat ia kontrol, dan hasilnya akan tergantung pada gerak – gerik perorangan dari masing – masing pemeran (Salusu 2003 : 87)

Apabila dijadikan satu kesatuan manajemen strategi merupakan pendekatan sistematis untuk memformulasikan, mewujudkan dan monitoring strategi (Toft dalam Rabin et.al 2000:1). Pendapat lain dikemukakan oleh Thompson (2003)

Manajemen strategi merujuk pada proses manajerial untuk membentuk visi strategi, penyusunan obyektif, penciptaan strategi mewujudkan dan melaksanakan strategi dan kemudian sepanjang waktu melakukan penyesuaian dan koreksi terhadap visi, obyektif strategi dan pelaksanaan tersebut.

Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan manajemen stratejik sebagai berikut :

Serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.


Manajemen Stratejik Sektor Publik

Manajemen stratejik tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi juga sudah diterapkan pada sektor publik. Penerapan manajemen stratejik pada kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada organisasi sektor publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi lebih pada pelayanan. Menurut Anthony dan Young dalam Salusu (2003) penekanan organisasi sektor publik dapat diklasifikasikan ke dalam 7 hal yaitu: (1) Tidak bermotif mencari keuntungan. (2) Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak. (3) Ada kecenderungan berorientasi semata – mata pada pelayanan. (4) Banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi. (5) Kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan (6) Dominasi profesional. (7) Pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat penting. Seorang ahli bernama Koteen menambahkan satu hal lagi yaitu responsiveness bureaucracy dimana menurutnya birokrasi dalam organisasi sektor publik sangat lamban dan berbelit – belit.

Sedangkan pada sektor swasta penekanan utamanya pada pencarian keuntungan atau laba dan tentunya kelangsungan hidup organisasi melalui strategi dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya


. Untuk membuktikan perlunya manajemen sektor publik dalam organisasi sektor publik banyak penelitian yang mengupas pentingnya manajemen stratejik pada sektor publik. Penelitian Roberts dan Menker dalam Rabin et.al mengupas mengenai manajemen stratejik pada pemerintah pusat di Amerika Serikat hasilnya mereka megusulkan adanya pendekatan baru dalam manajemen sektor publik yaitu pendekatan generatif selain pendekatan yang sudah ada yaitu pendekatan direktif dan pendekatan adaptif. Pendekatan direktif merupakan pendekatan yang bersifat dari atas ke bawah (top – down) dan lebih sedikit melibatkan anggota dalam organisasi sektor publik. Pendekatan adaptif lebih menekankan pada kebersamaan dalam organisasi dalam menetapkan tujuan pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan pendekatan generatif menekankan pada pentingnya seorang pemimpin (leader) dalam melakukan fungsi penetapan tujuan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tidak mengesampingkan anggota lain dalam organisasi sektor publik.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kilimurray et al dalam rabin et al. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui perencanaan stratejik yang ada dalam dinas pertolongan anak di Amerika Serikat. Hasilnya pada dinas pertolongan anak menjalankan perencanaan stratejik berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Amerika Serikat. Selain itu dinas pertolongan anak melakukan perencanaan stratejik dengan mengembangkan 5 hal utama yaitu: (1) Implementasi rencana, dimana hal ini merupakan dasar dari orientasi manajemen yang ditetapkan, pada implementasi rencana tujuan dan obyektif disusun untuk mengevaluasi kinerja dari kantor prtolongan anak. (2) Indikator kinerja, indikator kinerja sepakat untuk disusun dalam rangka menilai kesulitan dalam mengumpulkan data dan memprogram ulang sistem otomatisasi. (3) Reformasi kesejahteraan, dengan adanya peraturan mengenai reformasi kesejahteraan maka negara bagian sebagai partner harus melakukan perubahan terhadap perencanaan stratejik, pelaporan data, indikator kinerja dan pendanaan dari pemerintah pusat. (4) Kesepakatan kinerja, sebelum adanya implementasi Undang – undang mengenai kinerja setiap negara bagian sudah memiliki standard masing – masing mengenai kinerja organisasi sektor publik. Adanya Undang – undang tersebut merubah kesepakatan kinerja antara negara bagian dan pemerintah pusat. Hal itu dikembangkan dengan kesepakatn antara negara bagian dan pemerintah pusat dalam rangka menyeragamkan standar yang sudah ada sebelumnya. (5) Pemeriksaaan (Audit),dimasa yang akan datang divisi audit akan


menekankan pada validitas data yang diberikan oleh negara bagian, karena pada masa sekarang kepatuhan Negara bagian hanya dibuktikan oleh statuta.

Penelitian berikutnya adalah penelitian terhadap manajemen stratejik yang dilakukan oleh kantor dinas pajak Amerika Serikat dibantu oleh kantor akuntan publik Pricewaterhouse Coopers dengan obyek penelitian pada kantor dinas pajak pemerintah pusat yang berlokasi di Washington D.C. Penelitian ini melihat tahapan manajemen stratejik dari awal yaitu dengan mengembangkan multiyear budget yaitu penganggaran yang dilakukan dalam waktu yang panjang dimana dalam proses ini belum terdapat visi, obyektif, tujuan dan pengukuraan kinerja. Kemudian proses ini berubah menjadi secara perencanaan stratejik bisnis (strategic business plan) dimana sudah adanya visi dan misi organisasi namun masih meletakan penganggaran diluar sistem sehingga sering program tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya keterbatasan anggaran. Tahapan ini juga belum terdapat penilaian kinerja dan program dijalankan cenderung mengacu pada proses coba – coba (trial and error) sehingga banyak program yang tidak berjalan secara efektif dan efisien. Tahapan selanjutnya dikembangkan suatu proses yaitu perencanaan utama bisnis (the business master plan). Tahapan ini organisasi melakukan perubahan dengan lebih menekankan pada restrukturisasi organisasi, program sumber daya manusia, program operasional dan tidak melupakan modernisasi sistem. Namun kembali lagi penganggaran tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan program yang akan dijalankan sehingga tidak adanya prioritas dalam program. Perubahan terakhir terhadap manajemen stratejik yang ada dalam kantor dinas pajak pemerintah pusat di Amerika Serikat yaitu dengan menerapkan perencanaan stratejik dan penganggaran. Pada tahapan ini anggaran lebih diintegrasikan dengan perencanaan stratejik sehingga lebih mempunyai hubungan yang erat dengan program yang disusun dan dijalankan. Pada akhirnya kantor dinas pajak pemerintah pusat Amerika Serikat mempunyai misi utama yaitu lebih berpatokan pada pelanggan (customer driven). Sedangkan 3 visinya yaitu: (1) Pelayanan terhadap setiap pembayar pajak, (2) Pelayanan terhadap semua pembayar pajak dan (3) Produktivitas yang dibangun melalui lingkungan kerja yang mempunyai kualitas tinggi.

Manajemen stratejik juga sudah diterapkan di Indonesia salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Nawawi (2003) dalam tulisannya Departemen Pendidikan Nasional sebagai organisasi pengelola melakukan proses manajemen stratejik yaitu dengan mengendalikan strategi dan dan pelaksanaan pendidikan nasional yang diwujudkan dalam Sistem Pendidikan Nasional baik secara formal (pendidikan jalur sekolah) maupun pendidikan non formal (pendidikan jalur luar sekolah). Proses manajemen stratejik dilakukan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yaitu warganegara


atau lulusan yang berkualitas dan kompetitif. Selain itu analisis SWOT sebagai salah satu alat dalam manajemen stratejik juga sudah diterapkan dalam sistem pendidikan nasional yaitu dengan adanya pertimbangan sosio kultural yang mewarnai proses dan situasi pendidikan dan berdampak pada lulusan yang sesuai dengan kebijakan pemerintah masing – masing daerah atau negara.

Analisis SWOT Sebagai Salah Satu Alat Manajemen Stratejik

Analisis SWOT merupakan salah satu alat dalam manajemen stratejik untuk menentukan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dalam organisasi. Analisis SWOT diperlukkan dalam penyususnan strategi organisasi agar dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Walaupun analisis SWOT dianggap sebagai suatu hal yang penting namun kadang kala manajer menghadapi masalah dalam analisis ini. Masalah – masalah tersebut adalah :

  1. The Missing link Problem, masalah ini timbul karena hilangnya unsur keterkaitan, yaitu gagalnya menghubungkan evaluasi terhadap faktor internal dan evaluasi terhadap faktor eksternal. Kegagalan tersebut akan berimbas pada lahirnya suatu keputusan yang salah yang mungkin saja untuk menghasilkannya sudah memakan biaya yang besar.
  2. The Blue Sky Problem, masalah ini identik dengan langit biru dimana langit yang biru selalu mebawa kegembiraan karena cuaca yang cerah. Hal ini menyebabkan pengambil keputusan kadang terlalu cepat dalam menetapkan sesuatu keputusan tanpa mempertimbangkan ketidakcocokan antara faktor internal dan faktor eksternal sehingga meremehkan kelemahan organisasi yang ada dan membesar – besarkan kekuatan dalam organisasi.
  3. The Silver Lining Problem, masalah yang berkaitan dengan timbulnya suatu harapan dalam kondisi yang kurang menggembirakan. Hal ini timbul karena pengambil keputusan mengharapkan sesuatu dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Masalah akan timbul apabila pengambil keputusan meremehkan pengaruh dari ancaman lingkungan tersebut.
  4. The all Things To All People Problem, suatu falsafah yang dimana pengambil keputusan cenderung untuk memusatkan perhatian pada kelemahan organisasinya. Sehingga banyak waktu yang dihabiskan hanya untuk memeriksa kelemahan yang ada dalam organisasi tanpa melihat kekuatan yang ada dalam organisasi tersebut.
  5. The Putting The Cart Before The Horse problem, Mereka memulai untuk menetapkan strategi dan rencana tindak lanjut sebelum menguraikan secara jelas terhadap pilihan strateginya.

Semua kendala diatas haruslah dihindari oleh semua organisasi sektor publik dalam melakukan analisis SWOT karena sebenarnya analisis SWOT apabila dilakukan dengan tepat sejak awal akan membantu organisasi sektor publik dalam mencapai visi, misi dan tujuan yang ditetapkan.

Sumber:www.Google.com

Beberapa Implikasi Manajemen Strategi

Sementara adanya pengakuan terhadap fakta bahwa tidak semua organisasi sector publik adalah sama, tidak satu pun organisasi sektor public yang berbeda tersebut resisten terhadap keberhasilan dalan menjalankan Manajemen Strategi, senyampang strategi tersebut keluar pandangan tradisional Manajemen Strategi yaitu “perencanaan rasional melalui definisi tujuan yang korenen dan jelas” (Alford, 2000). Drucker (1980) mengusulkan ide yang sama dan memperingatkan bagi sektor publik terhadap inertia dan ketiadaan atas kemampuan belajar, adaptasi dan berubah. Pandangan ini tercermin dari Mitzberg (1990) melalui pendekatan “design school” untuk mananjemen strategi baik untuk swasta maupun publik. ” Strategy formation must above all emphasize learning, notably in circumstances of considerable uncertainty and unpredictabilkity, or ones of complexity in which much power over strategy making has to be granted to a variety of actors deep inside the organization. We also reject the model where in tends to be appied with superficial understanding of the issues in questions” . (Henry Mintzberg, 1990)

Pendekatan Mitzberg terhadap Manajemen Strategi tidak berbeda antara organisasi sektor publik dan swasta, tetapi lebih menekankan pada pendekatan yang maksimalisasi birokrasi yang profesional dan format organisasi, dimana penggunaan terakhir jauh dari karakteristik kebanyakan organisasi sektor publik (Mintzberg, 1981) Riview literature menyarankan bahwa perbedaan terbesar manajamen strategik antara sektor publik dan swsata akan nampak pada aspek konten ketimbang format. Kedua sektor tersebut dipaksa beroperasikan pada lingkungan yang dinamis dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan kebutuhan untuk menghindari satu slogan bahwa “the corporate plan, once complete, is a table of stone, given an honoured place in annual report, but otherwise forgotten” (Stewart, 1996) dengan kata lain kedua institusi tersebut harus berjuang untuk menempatkan perencanaan strategis tidak sekedar slogan dan formalitas ritual manajemen belaka. Kedua sektor tersebut terdiri dari organisasi dimana sering kali dikelola melalui perspektif anggaan jangka pendek ketimbang kontrol strategi. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Henrick V. Adersen & Gavin Lwrie (2002) selama 2 (dua) tahun menunjukkan adanya satu kebutuhan terhadap penguatan Manajemen Strategi guna meningatkan kepemerintahan sektor publik. Manager sektor publik oleh karenanya perlu untuk mengadopsi suatu pendekatan terhadap Manajemen Strategi yang dapat membantu mereka memperjelas harapan dari lingkungan yang memberikan kewenangan pada (Authorising Environment) mereka, mengkomunikasikan secara lebih konsisten tentang arah strategi secara internal, bersamaan dengan proses penunjukkan kemampuan organsiasi kepada pihak luar atas terjemahan dan respon terhadap perubahan berkelanjutan terhadap prioritas dan signal pokitik

. Perubahan dalam – proses manajemen dibutuhkan untuk mencapai peningkatan fleksibilitas bersamaan dengan kejelasan dan komunikasi terhadap arah strategi sebagai titik masuk atas kebutuhan akan peningkatan kontrol strategi pada organisasi sektor publik. Hal ini sesuai dengan prinsip Manajemen umum untuk kontrol strategi, sebagaimana disusulkan oleh Muralidharan (1997):

  1. Kesepakatan diskripsi tunggal atas tujuan strategic, titik pucak yang harus dicapai secara jangka panjang oleh visi organsiasi
  2. Kesepakatan atas aksi yang diperlukan untuk mencapai tujuan (cause) dan hasil yang mereka harapkan \ melalui kerja mereka (effects)
  3. Monitor atau pemantauan atas implementasi perencaaan dengan menggunankan indikator yang dipilih dan desain yang dipergunakan untuk tujuan tertentu dan penggunaan informasi sebagai bahan diskusi bagi Manajemen atau keputusan koreksi yang memungkinkan.
  4. Monitor atau pemantauan perubahan limgkungan luar seperti perubahan arah atau arah baru politik, perubahan tak terduga atas ekonomi, dan memperbaharui perencaan atas dasar : a) perubahan asumsi eksternal, b) proses belajar atas asumsi–asumsi yang dipakai oleh team Manajemen dalam mengidentifikasi keperluan untuk perubahan yang mugkin relevan.
  5. Melibatkan staf dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka mengembangkan rasa kepemilikan dan membangun wawasan operasional organisasi.