BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 25 Februari 2010

Beberapa Implikasi Manajemen Strategi

Sementara adanya pengakuan terhadap fakta bahwa tidak semua organisasi sector publik adalah sama, tidak satu pun organisasi sektor public yang berbeda tersebut resisten terhadap keberhasilan dalan menjalankan Manajemen Strategi, senyampang strategi tersebut keluar pandangan tradisional Manajemen Strategi yaitu “perencanaan rasional melalui definisi tujuan yang korenen dan jelas” (Alford, 2000). Drucker (1980) mengusulkan ide yang sama dan memperingatkan bagi sektor publik terhadap inertia dan ketiadaan atas kemampuan belajar, adaptasi dan berubah. Pandangan ini tercermin dari Mitzberg (1990) melalui pendekatan “design school” untuk mananjemen strategi baik untuk swasta maupun publik. ” Strategy formation must above all emphasize learning, notably in circumstances of considerable uncertainty and unpredictabilkity, or ones of complexity in which much power over strategy making has to be granted to a variety of actors deep inside the organization. We also reject the model where in tends to be appied with superficial understanding of the issues in questions” . (Henry Mintzberg, 1990)

Pendekatan Mitzberg terhadap Manajemen Strategi tidak berbeda antara organisasi sektor publik dan swasta, tetapi lebih menekankan pada pendekatan yang maksimalisasi birokrasi yang profesional dan format organisasi, dimana penggunaan terakhir jauh dari karakteristik kebanyakan organisasi sektor publik (Mintzberg, 1981) Riview literature menyarankan bahwa perbedaan terbesar manajamen strategik antara sektor publik dan swsata akan nampak pada aspek konten ketimbang format. Kedua sektor tersebut dipaksa beroperasikan pada lingkungan yang dinamis dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan kebutuhan untuk menghindari satu slogan bahwa “the corporate plan, once complete, is a table of stone, given an honoured place in annual report, but otherwise forgotten” (Stewart, 1996) dengan kata lain kedua institusi tersebut harus berjuang untuk menempatkan perencanaan strategis tidak sekedar slogan dan formalitas ritual manajemen belaka. Kedua sektor tersebut terdiri dari organisasi dimana sering kali dikelola melalui perspektif anggaan jangka pendek ketimbang kontrol strategi. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Henrick V. Adersen & Gavin Lwrie (2002) selama 2 (dua) tahun menunjukkan adanya satu kebutuhan terhadap penguatan Manajemen Strategi guna meningatkan kepemerintahan sektor publik. Manager sektor publik oleh karenanya perlu untuk mengadopsi suatu pendekatan terhadap Manajemen Strategi yang dapat membantu mereka memperjelas harapan dari lingkungan yang memberikan kewenangan pada (Authorising Environment) mereka, mengkomunikasikan secara lebih konsisten tentang arah strategi secara internal, bersamaan dengan proses penunjukkan kemampuan organsiasi kepada pihak luar atas terjemahan dan respon terhadap perubahan berkelanjutan terhadap prioritas dan signal pokitik

. Perubahan dalam – proses manajemen dibutuhkan untuk mencapai peningkatan fleksibilitas bersamaan dengan kejelasan dan komunikasi terhadap arah strategi sebagai titik masuk atas kebutuhan akan peningkatan kontrol strategi pada organisasi sektor publik. Hal ini sesuai dengan prinsip Manajemen umum untuk kontrol strategi, sebagaimana disusulkan oleh Muralidharan (1997):

  1. Kesepakatan diskripsi tunggal atas tujuan strategic, titik pucak yang harus dicapai secara jangka panjang oleh visi organsiasi
  2. Kesepakatan atas aksi yang diperlukan untuk mencapai tujuan (cause) dan hasil yang mereka harapkan \ melalui kerja mereka (effects)
  3. Monitor atau pemantauan atas implementasi perencaaan dengan menggunankan indikator yang dipilih dan desain yang dipergunakan untuk tujuan tertentu dan penggunaan informasi sebagai bahan diskusi bagi Manajemen atau keputusan koreksi yang memungkinkan.
  4. Monitor atau pemantauan perubahan limgkungan luar seperti perubahan arah atau arah baru politik, perubahan tak terduga atas ekonomi, dan memperbaharui perencaan atas dasar : a) perubahan asumsi eksternal, b) proses belajar atas asumsi–asumsi yang dipakai oleh team Manajemen dalam mengidentifikasi keperluan untuk perubahan yang mugkin relevan.
  5. Melibatkan staf dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka mengembangkan rasa kepemilikan dan membangun wawasan operasional organisasi.

0 komentar: