BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 12 April 2010

Strategi pembelajaran berpikir kritis

Strategi pembelajaran berpikir kritis

Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).

Review yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut, yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).

Penulis menilai strategi belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan menengah seperti hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut. Pada pendidikan tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri sebagai modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga melaporkan bahwa strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI) mempunyai hubungan positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian prestasi. Strategi tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi, sehingga mahasiswa dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri.

Strategi pengajaran berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang dilakukan di Melaka Manipal Medical College India adalah dengan memberikan penilaian menggunakan pertanyaan yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah yang sudah terintegrasi menggunakan blok yang berbasis pada sistem organ. Setelah kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta sejumlah pertanyaan yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan konsep dan memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar (Abraham RR., et al., 2004).

Penelitian tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:

1. Dengan menggunakan konteks yang relevan seperti masalah klinik yang dipahami oleh mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
2. Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.

Artikel di atas menyatakan bahwa pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah pendahuluan konsep dasar dari ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh dosen dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi secara mandiri. Artikel tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana proses diskusi yang dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap mahasiswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber belajar ketika mahasiswa dalam belajar mandiri pada strategi Problem Based Learning.

Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
Evaluasi kemampuan berpikir kritis

Evaluasi merupakan proses pengukuran pencapaian tujuan yang diinginkan dengan menggunakan metode yang teruji validitas dan reliabilitasnya. Beberapa penelitian mengevaluasi kemampuan berpikir kritis dari aspek ketrampilan intelektual seperti ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom1,3. Sedangkan tujuan pengajaran berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi kognitif, serta sikap.

Colucciello menggabungkan berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen pemecahan masalah keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen ketrampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan tujuan, menyusun pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti, menganalisis konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan, keterlibatan, dan kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan, ketepatan, ketelitian, keterkaitan, keluasan, kedalaman, dan logikal2. Dia juga membandingkan dengan inventory yang sudah ada seperti California Critical Thinking Test (CCTT) untuk mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis dan Critical Thinking Disposition Inventory (CTDI) untuk mengevaluasi sikap berpikir kritis2.

Evaluasi juga menilai kesesuaian rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi proses) yang termasuk di dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas dan budaya akademik dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen maupun administrator yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 19914. Penilaian mahasiswa terhadap dosen dapat menggunakan berbagai karakteristik sikap yang menghambat atau mendorong kemampuan berpikir kritis yang telah dibahas sebelumnya.

sumber : google.com

0 komentar: